Wednesday 29 April 2015

KLTCC 2015 - Saatnya Konten Asia Dilirik Dunia Internasional

Sekilas tentang KLTCC 2015


KLTCC adalah singkatan dari Kuala Lumpur Trade & Copyright Centre, ajang jual beli hak cipta wilayah Asia Pasifik. Ini tahun keenam KLTCC diadakan, dan kali pertama acara ini diadakan dalam waktu berbeda dengan Kuala Lumpur International Book Fair (walaupun tempatnya sama, yaitu di Putra World Trade Centre). KLTCC tahun ini diselenggarakan mulai tanggal 19 hingga 21 April (3 hari). Partisipan acara ini adalah berbagai penerbit dan penyedia konten dari berbagai negara di Asia, terutama Asia Tenggara, dan juga para pembeli hak cipta (buyers).

Pra Acara


Sewaktu pertama kali diberi kabar bahwa saya akan dikirimkan untuk menghadiri KLTCC sebagai perwakilan Mizan Pustaka, saya kira ini cuma bercanda, karena saya masih tergolong newbie di sini. Ternyata ini serius, dan saya pun tergesa-gesa mengurus paspor. Walaupun sempat khawatir proses pembuatan paspor akan memakan banyak waktu, ternyata kekhawatiran saya tak terbukti. Cukup satu hari untuk penyerahan berkas, wawancara, foto, dan pembayaran, lalu kembali tiga hari kemudian untuk pengambilan paspor yang sudah jadi.
Setelah beres berkemas dengan susah payah... anak ini nemplok di atas koper,
mungkin sadar kalau dia bakal ditinggal pergi cukup lama oleh ibunya ^^;

Ini pertama kali saya ke luar negeri, jadi diwanti-wanti panjang kali lebar oleh ayah saya. Beberapa nasihatnya malah bikin saya parno, tapi saya berusaha tenang dan berserah diri; apa yang harus terjadi, terjadilah. Salah satu hal yang membuat saya ketar ketir adalah maskapai penerbangannya, yang belum lama ini sempat membuat gempar dengan kasus kecelakaannya (saya tidak sebut merek, tapi mungkin orang-orang sudah bisa menebak :p). Saya memang sudah pernah naik pesawat, tapi dari maskapai yang berbeda, dan itu pun kira-kira sepuluh tahun yang lalu, ke Medan (kalau dilihat di peta, jarak ke Medan lebih jauh daripada ke Kuala Lumpur). Sudah pasti saya komat kamit baca doa, terutama sewaktu pesawat lepas landas dan akan mendarat.

Saya dan Teh Risma (perwakilan dari Pelangi Mizan) bertolak ke KL hari Sabtu pagi, tanggal 18 April. Berhubung kami menyewa stan di KLTCC, kami harus membawa berbagai buku contoh untuk dipamerkan. Buku-buku ini dimasukkan ke satu koper tersendiri, yang beratnya mencapai 18 kg. Cukup repot membawa 3 koper dan 2 tas, jadi kami putuskan untuk naik taksi dari bandara ke hotel, walaupun biayanya paling mahal dibandingkan dengan alternatif transportasi lainnya. Untungnya, hotel berada di lokasi yang sama dengan lokasi KLTCC, yakni di Seri Pacific Hotel. Kami tiba di hotel sekitar pukul 5 sore hari, dan sempat makan (belum makan siang tuh) dan istirahat sebentar di kamar sebelum pergi ke lokasi acara untuk menyiapkan buku-buku di stan.
Stan Mizan yang sudah kami dandani

Hari Pertama KLTCC


Setiap hari, pameran dibuka pukul 10 pagi dan ditutup pukul 5 sore, jadi selama itu harus selalu ada orang yang jaga di stan. Begitu tiba di stan, di atas meja sudah tergeletak cantik selembar kertas berisi jadwal Business Meeting/Match-Up untuk dua hari. Setiap harinya ada 3 pertemuan. Saya kaget, karena sebelumnya tidak tahu bahwa panitia akan menjadwalkan pertemuan dengan buyer. Berhubung kami sudah ada dua janji temu dengan dua penerbit Malaysia hari ini, dan jadwalnya berbenturan dengan Business Match-Up, saya dan Teh Risma bagi tugas; saya jaga stan, sedangkan Teh Risma menghadiri Business Match-Up. Setelah menghadiri dua pertemuan, Teh Risma kembali ke stan dan meminta saya untuk bertukar peran dengannya. Saya setuju, walaupun masih agak gamang memikirkan apa yang harus saya bicarakan. Untungnya, pertemuan berjalan dengan mulus, dan wanita Korea yang menjadi lawan bicara saya sangat ramah dan pengucapan Bahasa Inggrisnya mudah dipahami.

Pintu masuk ke lokasi acara KLTCC
Secara umum, hari pertama KLTCC tidak terlalu ramai pengunjung, masih ada waktu luang di sela-sela kedatangan tamu ke stan kami. Oh iya, di sebelah kami ada stan Gramedia, dan di depan kami ada stan Nourabooks dan Bentang (sama-sama dari Grup Mizan). Rasanya menenangkan, berada di dekat orang-orang yang kami kenal.
Suasana hari pertama

Hari Kedua KLTCC


Katalog CAB & buklet KLTCC
Semalaman saya gelisah memikirkan 3 Business Match-Up yang harus saya hadiri hari ini. Berulang kali saya merancang dan membayangkan apa saja yang akan saya bicarakan (utamanya tentu saja mengenalkan produk-produk Mizan). Di hari pertama kami menerima buklet tebal berisi berbagai informasi tentang KLTCC 2015, termasuk profil para buyer. Saya mempelajari profil para buyer yang akan saya temui hari ini; perusahaannya bergerak di bidang apa, dan apa target pasarnya. Saya juga menyiapkan goodie bag berisi katalog-katalog dan contoh produk.

Kejutan kejutan! Ternyata dua dari tiga buyer yang akan bertemu saya hari ini berhalangan hadir, jadi diganti oleh dua buyer lain. Sebenarnya ini bukan masalah, apalagi karena lawan bicara di pertemuan ketiga adalah orang Indonesia :D Setelah terus menerus berbicara menggunakan Bahasa Inggris di dua pertemuan, ketika saya berbahasa Indonesia di pertemuan ketiga, lidah saya agak keseleo-keseleo gitu... *memalukan*

Senangnya, segala ketegangan hari ini ditutup dengan acara jamuan yang disebut High Tea, jamuan makan malam sekaligus pertunjukan budaya (tari-tarian tradisional) dan casual networking. Sebelumnya saya baru saja makan berat, jadi di acara High Tea saya hanya menikmati puding roti yang sangat enak dan teh tarik, sembari icip-icip makanan yang dibawa Teh Risma (semuanya terasa kurang bumbu :p).
Undangan High Tea
Menghadiri acara High Tea
Sumber: kolpri Teh Risma


Hari Ketiga


Di hari terakhir KLTCC ini, pagi harinya diadakan acara formal yang disebut Officiating Ceremony, dihadiri oleh orang-orang penting di dunia perbukuan Malaysia (tapi tidak ada yang saya kenal, tidak heran). Acara dimulai sedikit telat karena menunggu kedatangan orang-orang penting itu, tapi dua sambutan yang diberikan tidak bertele-tele dan membuat bosan. Setelah itu ada pertunjungan tari modern yang sangat keren. Saya merekamnya dengan kamera Teh Risma, tapi jelas kualitasnya tidak akan sekeren kalau menyaksikan langsung.

Selesai menghadiri acara formal, kami kembali ke stan. Hari ini pengunjungnya sangat ramai, kami tak henti-hentinya kedatangan tamu (sampai buku tamu yang kami siapkan terisi penuh hingga lembar terakhir). Beberapa buku yang kami bawa kami bagi-bagikan kepada penerbit atau agen yang tertarik untuk mengakuisisinya, selain itu ada maksud terselubung untuk mengurangi jumlah berat bawaan kami saat kembali ke Indonesia nanti. Sebenarnya ini upaya yang sia-sia, karena walaupun membagi-bagikan barang yang kami bawa, kami juga menerima banyak katalog dan buku contoh dari berbagai penerbit dan agen. Walhasil, koper buku kami tetap saja penuh :))

Satu jam sebelum pameran ditutup, sebagian besar stan sudah mulai dibereskan, dan para penunggunya mengobrol santai. Setengah jam kemudian, saya ikut beres-beres, tapi kemudian ada dua pengunjung terakhir yang mendatangi stan karena tertarik dengan beberapa ilustrasi yang kami tempelkan di bagian samping meja. Mereka berdua penulis dari Malaysia yang tertarik untuk bekerja sama dengan ilustrator Indonesia. Saya senang karena memamerkan ilustrasi-ilustrasi karya ilustrator Indonesia adalah keputusan yang tepat. Bahkan beberapa orang juga memuji penampilan stan kami sangat menarik. Alhamdulillah sampai hari terakhir semuanya berjalan dengan lancar.
Perwakilan dari Mizan Pustaka, Nourabooks, dan Bentang Pustaka.
Sumber: kolpri Teh Risma

Pasca Acara


Keesokan harinya, saya dan Teh Risma memutuskan untuk kunjungan ke toko buku Kinokuniya di KLCC. Tadinya kami mau menghadiri Kuala Lumpur Book Fair, tapi ternyata acara ini baru dimulai hari Jumat tanggal 24, sedangkan kami sudah harus pulang Kamis besok. Kabarnya, Kinokuniya KLCC ini sangat luas, dan tidak akan cukup waktu sehari untuk menjelajahi seluruh bagian toko. Tentu saja ini membuat saya penasaran dan bersemangat.

Ternyata, tidak hanya Kinokuniya ini luas, tapi koleksi bukunya juga disusun di rak dengan hanya bagian punggung yang terlihat. Ini menyulitkan orang untuk membaca judulnya, karena harus memiringkan kepala dulu :)) Ditambah lagi, sebagian besar buku hanya ada satu eksemplar untuk satu judul... semakin sulit dan memakan waktu untuk menelusuri semuanya.
Contoh cara mereka menyusun buku di rak. Ini di bagian buku anak-anak.
Untungnya, ketika kami sudah lelah menjelajahi Kinokuniya, di lantai duanya ada kafe kecil. Kami pun beristirahat di sana sebelum kembali ke hotel. Hari sudah sore dan kami belum makan siang, jadi di sini kami sekalian pesan makanan berat ala Italia. Walaupun harganya lumayan mahal, kami puas karena makanannya enak sekali :D
Kafe kecil di Kinokuniya
Hari Kamis, tanggal 23 April, kami pulang ke Bandung. Penerbangan kami jam setengah sepuluh pagi, dan kami berencana berangkat dari hotel jam setengah tujuh. Tadinya kami pikir sarapan di resto hotel sudah tersedia sejak pukul enam, tapi ternyata baru tersedia pukul setengah tujuh... hiks. Berhubungan taksi yang kami pesan sudah datang, kami putuskan untuk langsung berangkat ke bandara. Selama perjalanan ke bandara, supir taksinya (seorang bapak tua, sepertinya keturunan Melayu-Tiongkok) terus menerus mengajak kami mengobrol. Rupanya dia sudah pernah jalan-jalan ke Indonesia, termasuk ke Jakarta, Bandung, Bogor, Solo, dan Yogya.
This little guy :)

Singkat cerita, kami tiba dengan selamat di Bandung sekitar pukul sebelas siang. Waktu itu bertepatan dengan kedatangan para pemimpin negara untuk menghadiri acara Konferensi Asia Afrika, jadi Bandara Husein ditutup. Keluar bandara bisa, tapi masuk ke bandara tidak bisa. Walhasil, ayah saya tidak bisa menjemput ke bandara :'( Dan saya pun harus rela merogoh kocek cukup dalam untuk pulang ke rumah naik mobil sewa (bukan taksi).

Sesampainya di rumah, rasa lelah seakan menghilang ketika berjumpa kembali dengan anak kesayangan. Alhamdulillah Allah masih memberi saya keselamatan :)

Tuesday 7 April 2015

Tentang Sejarah dan Guru Bangsa, Tjokroaminoto

Selain MEF, Mizan juga mengadakan acara rutin yang disebut Pengajian (atau Pengkajian). Pada Hari Selasa, 7 April kemarin, tema pengajiannya adalah "Belajar Kepada Guru Bangsa Tjokroaminoto" dengan pembicara Mas Sabrang (Noe Letto) dan Mas Haris Priyatna, dan moderatornya Mas Andityas.
Sumber: markom Mizan Pustaka

Mas Noe baru saja menggarap sebuah film tentang Tjokroaminoto yang akan dirilis tanggal 9 April besok. Sedangkan Mas Haris yang sembilan tahun lalu adalah editor di Mizan, baru saja menulis buku tentang tiga murid Tjokroaminoto yang berjudul Seteru 1 Guru. Alur cerita di film dan buku berbeda, karena ini memang bukan film berdasarkan buku, dan bukan pula buku yang diadaptasi dari film. Kebetulan saja baik film dan buku mengangkat tema yang sama: Tjokroaminoto. Atau benarkah itu kebetulan?

There is no such thing as a coincidence in this world,
everything is foreordained.
--Ichihara Yuuko in XXXHolic

Film: Guru Bangsa Tjokroaminoto

Film sejarah yang risetnya saja menghabiskan waktu dua tahun ini, menceritakan tentang sepak terjang Tjokroaminoto dalam mewujudkan idealismenya untuk mendidik sebanyak mungkin orang, terlepas dari latar belakang orang-orang tersebut. Tokoh Tjokro di sini diperankan oleh Reza Rahadian. Berikut ini trailer filmnya.

Menurut saya trailer ini keren dan membuat orang penasaran untuk menonton filmnya. Saya bukan penggemar film sejarah, film perang, dan sejenisnya, tapi kalau ada acara nonton bareng film ini di Bandung, saya mau ikut :D #kode

Buku: Seteru 1 Guru

Buku karya Mas Haris ini menceritakan tentang tiga orang murid Tjokro yang mengembangkan idealisme sendiri-sendiri hingga pada akhirnya idealisme mereka saling berbenturan dan menimbulkan perselisihan yang berujung pada tragedi besar dalam sejarah. Mungkin salah satu pemicunya adalah kepentingan politik yang berbeda. Ketiga murid yang dimaksud adalah Soekarno dengan nasionalismenya, Musso dengan komunismenya, dan Kartosoewiryo dengan Islam garis kerasnya. Ketiga pernah indekos di tempat milik Tjokro (Gang Peneleh, kalau saya tidak salah ingat namanya) dan di sanalah mereka mendapat pengaruh dari sang guru bangsa.
Sumber: redaksi Mizan Pustaka

Melalui buku ini, Mas Haris ingin menyampaikan pesan bahwa sejarah itu tidak hitam putih. Ada banyak area abu-abu yang harus disikapi dengan objektif. Kita tidak selayaknya menuding suatu aliran itu baik atau buruk sebelum kita sungguh-sungguh mempelajari aliran tersebut.

Sedikit Tentang Sosok Tjokroaminoto

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, Tjokroaminoto ingin mendidik sebanyak mungkin orang, siapa pun orangnya. Dia ingin membuat orang jadi pintar, karena dia yakin bahwa orang-orang pintar akan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang pintar pula. Tjokroaminoto adalah sosok guru yang berpikiran terbuka. Dia tidak mencetak lulusan, melainkan menumbuhkan lulusan. Dia menyediakan lahan bagi benih-benih untuk berkembang. Hal ini membuat masa depan menjadi lebih tidak terduga, karena siapa yang tahu benih-benih itu nantinya akan tumbuh menjadi apa. Tapi dalam kasus Tjokro, jelas benih-benih yang dia tumbuhkan berkembang menjadi pemimpin-pemimpin besar bangsa Indonesia.

Belajar Sejarah Dengan Pikiran Objektif

Harus saya akui bahwa sejarah bukanlah mata pelajaran favorit saya. Mungkin saya trauma karena diharuskan menghafal begitu banyak nama tokoh, nama tempat, nama peristiwa, lengkap dengan tanggal-bulan-tahun. Jadi ketika tahu tema pengajian Mizan kali ini berhubungan dengan seorang tokoh sejarah, raut wajah saya kosong. Ya, saya pernah dengar dan belajar tentang Tjokroaminoto sewaktu sekolah, tapi sekarang saya sudah lupa semua tentangnya kecuali nama. Menyedihkan.

Untungnya, kekhawatiran saya bahwa pengajian kali ini akan membuat saya ngantuk tidak menjadi kenyataan, karena ternyata tema sejarah bisa menjadi tema diskusi yang cukup menarik. Walaupun saya tidak sepenuhnya bisa menikmati diskusi, tetap banyak pelajaran yang bisa dipetik.

Mas Noe berkata bahwa semakin dia belajar sejarah, rasanya semakin mumet dan apatis. Namun, sejarah tetaplah suatu hal yang penting untuk dipelajari. Jika kita tidak mempelajari masa lalu, bagaimana kita bisa menyiapkan diri untuk menghadapi masa depan?

Anak-anak muda zaman sekarang mungkin tidak banyak yang suka belajar sejarah, atau hal apapun yang tidak bisa praktis digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun menurut Mas Noe, bukan sejarahnya yang harus dipoles supaya menarik untuk dipelajari, tapi anak-anak mudanya yang harus diberi pemahaman bahwa semua hal yang kita pelajari, termasuk sejarah, akan terakumulasi dan bermanfaat dalam kehidupan kita, walaupun secara tidak langsung.
kiri ke kanan: Mas Noe Letto, Mas Tyas, Mas Haris
sumber: kolpri Miss Alin

Sejarah Punya Berbagai Versi, Mana yang Benar dan Bisa Dipercaya?

Kebenaran memiliki empat tingkatan. Yang pertama adalah kebenaran mutlak, sesuatu yang kita alami sendiri. Yang kedua adalah kebenaran berdasarkan apa yang kita lihat dan interpretasikan (meskipun kita tidak mengalaminya sendiri). Yang ketiga adalah kebenaran berupa cerita dari pihak ketiga. Dan yang keempat adalah kebenaran yang sudah dicampuri oleh kepentingan pihak-pihak tertentu. Jadi yang paling tepat untuk dilakukan adalah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, menyaringnya, lalu membuat simpulan yang mendekati kebenaran mutlak.

Itu idealnya. Kalau boleh saya tambahkan di sini, terkadang orang hanya percaya apa yang ingin dia percayai, tidak mau berpikiran terbuka dan objektif, atau mungkin hanya tidak punya waktu untuk memproses begitu banyak informasi.

Ketika Sore Menjelang Malam

Diskusi yang menarik membuat waktu terasa berjalan lebih cepat. Pengajian yang dimulai sekitar pukul empat sore ini harus berakhir pada pukul setengah enam sore (sudah lewat jam pulang kantor). Mas Noe menutupnya dengan kata-kata yang layak kita renungkan:

Sekarang ini kita cenderung lupa bahwa yang penting bukanlah mencari siapa yang benar, 
melainkan apa yang benar.

Terima kasih, saya puas telah mendapatkan tambahan ilmu. Meskipun banyak yang tak tercatat, semoga apa yang saya tulis di sini sedikit bermanfaat bagi yang membacanya.