Wednesday, 30 March 2016

Tentang Kolektor dan Penimbun Buku

Halo!
Selamat hari Kamis, hari terakhir di Bulan Maret 2016.
Artikel ini dipublikasikan demi menggenapi komitmen saya menulis dua artikel per bulan ^^.

Kawan-kawan yang menggemari buku, dan bergabung di komunitas-komunitas pencinta buku, pasti sudah tidak asing dengan istilah "timbunan" dan "penimbun" buku. Apa yang terbayang di benakmu saat mendengar dua istilah ini?
Lalu... bagaimana dengan istilah "koleksi" dan "kolektor" buku?
Keduanya mungkin sama-sama mencintai dan memiliki banyak buku, tapi ada yang berbeda...

Saya ingin berbagi opini tentang hal-hal tersebut. Kawan-kawan bebas menganggapi, baik setuju maupun tidak setuju, karena saya sangat sadar bahwa sebuah opini pasti akan memicu dua macam reaksi.

Sumber: pinterest.com

Kolektor Pilih-Pilih, Penimbun Doyan Diskon

Berdasarkan hasil pengamatan saya, yang usianya belum sampai bertahun-tahun, kolektor biasanya lebih pilih-pilih daripada penimbun. Kolektor memiliki hal-hal spesifik yang dia inginkan dari buku-buku yang dia beli. Misalnya buku-buku yang laris dan terkenal di seluruh dunia, buku-buku karya penulis tertentu, atau buku-buku dengan desain sampul yang bagus.

Penimbun tidak terlalu pilih-pilih. Saking cintanya pada buku, penimbun seolah ingin menyelamatkan sebanyak mungkin buku dari tangan-tangan orang tidak bertanggung jawab... lalu menampung buku-buku tersebut di rumahnya, tentu. Karena itulah, penimbun paling senang mendengar kata "diskon" dan bazaar atau pameran buku. Mendapatkan jumlah buku maksimal dengan jumlah uang minimal adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi penimbun.

Bukan berarti kolektor tidak menajamkan telinga ketika mendengar kata "diskon." Siapa sih yang tidak suka diskon? Tapi kolektor biasanya tidak sekalap penimbun ketika berada di pameran buku. Seandainya mendapatkan buku layak koleksi dengan harga murah, ya syukur... tapi seandainya tidak, kolektor tidak keberatan mengeluarkan lebih banyak uang untuk menebus buku yang memang benar-benar diinginkan.

Penguin Classics
Sumber: pinterest.com

Terhadap karya debut, penimbun biasanya berpikiran lebih terbuka dan mau coba membaca karya-karya dari penulis baru. Sedangkan kolektor biasanya lebih skeptis, dan mau menjajal karya debut jika memang karya tersebut mendapat banyak ulasan bagus. Di sisi lain, jika kolektor sudah menyukai karya satu penulis tertentu, dia akan loyal dan cenderung mencari karya-karya lainnya dari penulis tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan kolektor mempunyai berbagai versi dari satu judul buku. Salah satu jenis buku yang selalu menggoda untuk dikoleksi adalah buku klasik.

Selalu, Seorang Kolektor

Ketika saya memikirkan semua ini dan membandingkannya dengan sifat-sifat dalam diri saya, tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa saya adalah seorang kolektor. Saya menyukai genre buku tertentu (fantasi, horor, dan thriller), dan jika ada buku bagus di luar genre yang saya sukai, saya akan pikir berkali-kali sebelum membelinya. Lebih baik meminjam atau menyewanya saja di taman bacaan. Saya membedakan antara buku-buku wajib baca dan tidak harus punya, dengan buku-buku wajib punya untuk dikoleksi.

Belakangan saya suka melirik novel-novel fantasi middle grade (remaja) yang desain sampulnya bagus-bagus, di dalamnya banyak ilustrasi, dan ceritanya berdiri sendiri, bukan berseri. Saya juga jadi suka buku bergambar anak-anak karena ilustrasinya bagus-bagus dan full color. Apalagi setelah punya anak sendiri... seolah ada justifikasi untuk membeli buku anak-anak. Senang sekali melihatnya ketika dipajang di rak buku.

Desain sampul novel-novel Middle Grade tahun 2016
yang menurut saya keren ^^

Selain mempertimbangkan soal genre dan desain sampul, saya juga mempertimbangkan penulis... Ada beberapa penulis yang saya suka gaya tulisannya. Seperti Tolkien, Neil Gaiman, John Connolly, Marie Lu, Veronica Rossi, dan Lauren Oliver. Untuk Tolkien, saya baru memiliki trilogi The Lord of The Rings, The Hobbit, dan Tales From Perilous Realm, belum berniat mengoleksi semua bukunya, karena saya tidak yakin akan bisa segera membacanya. Karya Tolkien memang bagus, tapi membutuhkan lebih banyak waktu dan pikiran untuk mengonsumsinya, karena genre dia high fantasy. Saat ini saya tidak punya banyak waktu luang untuk itu.

Saat ini saya sedang ingin fokus mengumpulkan buku-bukunya Neil Gaiman... dan sedikit misuh karena dia cukup produktif... yang berarti bukunya ada banyak, dan uang yang diperlukan untuk mengumpulkannya juga harus banyak :))

Koleksi buku Neil Gaiman saya, per Februari 2016

Hmmm... ya? Kenapa saya tidak menyebutkan JK Rowling? Tidak, bukan berarti saya tidak menyukai dia. Saya suka kok serial Harry Potter, dan saya punya lengkap buku satu sampai tujuh... plus The Tales of Beedle The Bard, Quidditch Through The Ages, dan Fantastic Beasts. Tapi bagi saya, JK Rowling dan Harry Potter sudah terlalu mainstream, dan saya punya kecenderungan malas ikut meramaikan hal-hal yang sudah ramai :p

Akhir-akhir ini, jika ada waktu luang, saya suka menilik rak buku saya, dan memilah-milah lagi mana buku yang benar-benar layak koleksi dan mana yang sekiranya bisa dilepas. Sedih sih melepas buku... tapi lebih sedih lagi jika buku itu terlantar di rak buku saya... menguning dan berdebu. Koleksi yang saya simpan ingin saya perhatikan dengan lebih baik lagi. Diberi serap air untuk menangkal lembap dan jamur, dibungkus plastik untuk menangkal debu... Dan saya juga berencana membuat boks untuk buku-buku berseri. Semoga tahun ini ada waktu untuk merealisasikannya.

Nah, kalau dirimu, tipe yang mana, penimbun atau kolektor?
Atau dua-duanya? ^^

Monday, 28 March 2016

Belajar Jadi Pemimpin yang Efektif

Seminngu yang lalu, selama 2 hari, saya dan beberapa rekan kerja diberi kesempatan oleh perusahaan untuk mengikuti pelatihan Effective Leadership. Pematerinya adalah Pak Teguh Sucipto, seorang professional trainer dengan pengalaman selama bertahun-tahun di berbagai perusahaan terkemuka seperti Garudafood dan Indofood.

Pak Teguh diberkahi suara lantang yang membuatnya tak perlu dibantu mic agar dapat didengar oleh orang satu ruangan (yang jumlah sekitar 30 peserta). Beliau suka bergurau, sehingga peserta pelatihan tidak terlalu mengantuk menyimak paparannya. Selain disela gurauan, materi juga disisipi cuplikan-cuplikan film yang bisa dijadikan pembelajaran (sepeti cuplikan film Braveheart, The Last Samurai, dan Man of Honor).

Kesan pribadi saya terhadap pemateri... agak sebal sih, karena lagi-lagi saya disangka anak kemarin sore -_- dan lagi-lagi ada orang kaget begitu tahu saya sudah menikah dan punya anak. Sampai ditanya "kok berani nikah muda?" Hmmm... tahun ini usia saya sudah masuk level 3, jadi tidak bisa dibilang muda banget juga sih. Yah sudahlah, bersyukur saja karena berarti saya kelihatan awet muda #ditoyor Semoga tidak membuat saya disepelekan karena dianggap anak kecil :p

Para peserta leadership training
Sumber: kolpri Teh Dini

Oke. Tulisan saya kali ini adalah tentang materi Effective Leadership yang disampaikan oleh Pak Teguh. Ini intisari yang saya tangkap ya... dengan satu dua komentar pribadi, jadi kalau ada yang kurang tepat atau mungkin menyinggung, sebelumnya saya mohon maaf.

Nah, mari kita mulai, belajar jadi pemimpin yang efektif.


Sikap dan Prinsip

Sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang baik selalu memiliki prinsip dan berpegang teguh pada prinsip tersebut.

Apa itu prinsip?
Prinsip adalah hukum alam atau kebenaran hakiki, tidak pernah berubah atau bergeser, dan mampu membimbing kita menuju arah yang benar dalam mengarungi arus-arus kehidupan.

Contoh prinsip: kejujuran, kesetiaan, cinta kasih, kesabaran, keadilan, dll.

Bedakan antara prinsip dan nilai ya... Nilai adalah standar perilaku yang baik dan benar (moral dan etika). Sifatnya dinamis dan bisa berubah-ubah tergantung kesepakatan, dan bisa disesuaikan dengan berbagai hal.

Jika seseorang sudah memiliki prinsip, sudah semestinya dia bersikap sesuai prinsip tersebut. Jika seseorang sudah memiliki prinsip, dia tidak akan mudah terpengaruh hal-hal buruk yang ada di sekelilingnya.

Apa bedanya sikap dan perilaku?
(Saya pernah baca entah di mana, dan agak-agak lupa teorinya, jadi tolong dikoreksi jika saya keliru).
Sikap adalah sesuatu yang berasal dari dalam diri kita, sedangkan perilaku adalah kebiasaan. Sikap adalah cara kita menanggapi berbagai hal, dan sikap akan menentukan perilaku.

Karena itulah perilaku lebih mudah diubah dibandingkan sikap. Perubahan perilaku bisa dilakukan dengan pembiasaan, sedangkan perubahan sikap harus didahului perubahan pola pikir. Jika tidak ada keinginan dari dalam diri untuk berubah, niscaya akan sulit.

Perubahan harus dimulai dari dalam diri sendiri.

Setelah pemimpin memiliki sikap dan prinsip yang baik, agar kepemimpinannya efektif, dia harus memaksimalkan dan menggunakan kekuatan (power) yang dia miliki. Kemudian, pemimpin juga harus mengamati orang-orang yang dia pimpin dan menyesuaikan gaya memimpinnya dengan mereka.

Kang Emil, sosok pemimpin idola Pak Teguh
sumber: kompasiana.com

Kekuatan: kenali, tingkatkan, gunakan

Apa itu kekuatan?
Kekuatan adalah daya yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.

Catat: mengubah perilaku ya, bukan mengubah sikap. Karena, sekali lagi, perubahan sikap harus datang dari kesadaran diri sendiri.

Ada 7 macam kekuatan yang dapat dimiliki oleh seorang pemimpin. Nomor 1-3 disebut sebagai position power, yakni kekuatan yang diperoleh dari jabatannya. Sedangkan nomor 4-7 disebut sebagai personal power, yakni kekuatan yang dibangun dari dalam diri.

  1. Coercive Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dapat memaksa orang lain, misalnya melalui peringatan, teguran, tugas tidak menyenangkan, atau bahkan kekerasan (contohnya kekuatan yang dimiliki preman).
  2. Legitimate Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dia punya kewenangan atau posisi lebih tinggi dari orang lain (contohnya hakim atau polisi). 
  3. Reward Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dia bisa memberikan imbalan pada orang-orang yang menuruti perintahnya (misalnya sultan, raja atau ratu).
  4. Expert Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dia punya keahlian di bidang tertentu.
  5. Information Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dia punya informasi atau akses terhadap informasi tertentu. 
  6. Referent Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dia memiliki kepribadian yang kuat.
  7. Connection Power: kekuatan yang dimiliki seseorang karena dia memiliki koneksi dengan orang-orang yang berkuasa.
Nah, sekarang coba amati diri masing-masing dan cari tahu kekuatan apa saja yang sudah kita punya.

Siapa pun akan segan jika kita punya teman seperti sang Godfather ^^
sumber: pinterest.com

Efektif itu Fleksibel

Sesuaikan gaya memimpin dengan karakteristik orang-orang yang dipimpin. Amati mereka. Secara umum, ada 4 macam tipe orang:

  1. Tidak mampu dan tidak mau
  2. Tidak mampu tapi mau
  3. Mampu tapi tidak mau
  4. Mampu dan mau
Berdasarkan data statistik, kebanyakan orang (80%) ada di tipe 2 dan 3. Sedangkan sisanya (masing-masing 10%) ada di tipe 1 dan 4. Tapi perlu diingat bahwa pengelompokkan ini tidak bersifat permanen.

Orang yang tidak mampu bisa menjadi mampu jika mau belajar dan sering diberi pengarahan. Orang yang tidak mau bisa menjadi mau jika sering diberi motivasi. Salah satu caranya adalah dengan memberi pujian.

Sekilas, kita bisa menyimpulkan bahwa tipe 1 adalah tipe yang paling membutuhkan perhatian pemimpin, karena dia perlu diberi banyak arahan dan motivasi. Sedangkan tipe 4 bisa dibiarkan begitu saja karena hasil kerjanya sudah bagus. Namun pemimpin perlu hati-hati... tipe 4 bisa berubah jadi tipe 3 jika dia terus-terusan tidak diberi perhatian.

Sumber: youtube.com

Kebutuhan dan Motivasi

Sebelum memberikan motivasi, cari tahu dulu kebutuhan seseorang. karena kebutuhanlah yang akan mendorong dia untuk bergerak, melakukan sesuatu (pekerjaan).

Ada beberapa teori kebutuhan manusia:

Teori Abraham Maslow
Manusia memiliki hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi dari bawah ke atas (lihat piramida di bawah). Amati orang-orang yang kita pimpin; kebutuhannya sudah terpenuhi hingga tingkat apa? Beri motivasi dengan membantunya mendapatkan kebutuhan di tingkat selanjutnya.
Sumber: psychologytoday.com


Teori Herzberg
Ada faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik yang mempengaruhi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstrinsik WAJIB diberikan walaupun ini tidak akan membuat orang puas dalam bekerja (atau membuatnya puas tapi hanya selama beberapa waktu), karena jika tidak diberikan akan membuat orang jadi demotivasi. Sedangkan faktor-faktor intrinsik SUNNAH diberikan karena akan membuat orang puas dalam bekerja.

Apa saja faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik itu?

Teori McGregor
Ada dua jenis tipe manusia: tipe X dan Y. Untuk tipe X, gunakan gaya mempimpin di mana pemimpin berperan sebagai pengarah, sedangkan untuk tipe Y, gunakan gaya memimpin di mana pemimpin berperan sebagai fasilitator.

Teori David McClelland
Ada tiga bentuk motivasi yang relevan dengan manajemen, yaitu motivasi berprestasi (need for achievement), motivasi menjalin hubungan atau persahabatan (need for affiliation), dan motivasi berkuasa (need for power).

Orang-orang dengan motivasi berprestasi biasanya memiliki perhatian tinggi terhadap kualitas, dan cara-cara mencapai kualitas tersebut. Dia membuat tantangan-tantangan dengan tujuan realistis dan mengabdikan diri demi mencapai tujuan tersebut.

Orang-orang dengan motivasi bersosialisasi memiliki perhatian terhadap hubungan dengan orang lain, serta kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan tersebut. Orang-orang semacam ini cocok bekerja di lapangan, atau di bidang-bidang yang mengharuskannya banyak berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Jangan tempatkan mereka di ruangan tertutup yang tidak memungkinkan akses bersosialisasi.

Orang-orang dengan motivasi berkuasa biasanya akan mencurahkan perhatian untuk mengawasi dan mempengaruhi orang lain, serta berupaya mengendalikan orang lain. Kelemahan orang-orang tipe ini adalah dianggap legeg atau reseh oleh rekan-rekannya. Apalagi jika mereka tidak memiliki performa yang bagus. Karena itu, selain memfasilitasi kebutuhan untuk berkuasa, pemimpin juga harus membimbing mereka untuk mengubah sifat-sifat buruknya, sehingga mereka dapat disukai oleh rekan-rekan satu tim.

Akhir Kata

Teori kepemimpinan yang efektif ini tidak hanya berguna jika diterapkan dalam organisasi atau lingkungan kerja, tapi juga dalam lingkup yang lebih kecil, yakni keluarga.

Sebenarnya masih banyak materi yang belum tercatat dalam artikel ini, tapi sekali lagi, kira-kira inilah inti yang saya tangkap. Semoga tulisan ini bisa sedikit bermanfaat bagi yang membacanya.

Dua hari mendekam di ruangan ber-AC
membuat mata saya jadi berkaca-kaca.