Sunday 6 November 2016

Buku Anak Berkualitas

Beberapa waktu lalu saya mengikuti acara pelatihan peningkatan keahlian menerbitkan buku cerita anak, yang diselenggarakan oleh Pelangi Mizan, selama tiga hari. Kenapa saya diundang menghadiri acara ini, padahal buku-buku yang saya ampu target pembacanya dewasa (dan dewasa muda, kalau boleh dibilang begitu)? Hanya Tuhan yang tahu... #justkidding


Yang jelas, saya senang mengikuti acara ini, karena saya memang menggemari buku anak (bahkan sebelum saya punya anak). Dan sedihnya, di Indonesia, saya amati pilihan buku anaknya masih kurang beragam dan kurang menarik. Padahal, peran buku anak sangatlah penting terkait minat baca seseorang. Sebuah buku anak yang baik haruslah menarik bagi anak-anak, baik dari segi konten maupun format. Ia harus bisa bersaing dengan gadget.

Tujuan pelatihan ini, jelas untuk membina para pesertanya agar dapat menerbitkan buku-buku anak yang berkualitas. Sebuah tugas yang gampang-gampang sulit, menurut saya.

Dalam artikel ini saya tidak akan menuliskan semua materi yang saya dapatkan selama pelatihan, tapi saya akan menyampaikan poin-poin yang penting dan masih saya ingat. Semoga bermanfaat.

Buku anak yang baik harus memiliki kordinasi teks dan gambar yang baik

Harus ada komunikasi yang baik antara penulis dan ilustrator!
Paling sebal deh kalau nemu buku anak yang teks-nya tidak terbaca gara-gara ditimpakan di atas ilustrasi berwarna gelap. Juga menyebalkan kalau antara teks dan ilustrasi tidak nyambung. Makanya, tidak heran jika buku-buku anak yang memenangkan penghargaan di luar negeri, biasanya penulis dan ilustratornya orang yang sama.

Fabel

Fabel atau kisah binatang adalah salah satu favorit anak-anak. Fabel yang baik adalah fabel yang tokoh binatang di dalamnya tidak bisa diganti begitu saja dengan binatang lain. Tokoh binatangnya harus memiliki ciri khas yang relevan dengan isi cerita. Misalnya fabel yang berjudul Gajah Bersin karya Kang Iwan Yuswandi.


Fabel ini menceritakan pertemanan antara gajah dan tikus. Sang tikus sedang melukis, dan gajah kesulitan melihat hasil lukisan tikus, karena ukurannya amat kecil. Sang gajah terus-terusan berganti posisi agar dapat melihat lukisan tikus dengan jelas, tapi hal ini malah mengganggu. Pada akhirnya, sang tikus melukis di atas belalai gajah, sehingga gajah dapat leluasa melihat lukisan tanpa mengganggu tikus.

Apakah ceritanya bisa berjalan jika tikus diganti dengan kucing, atau gajah diganti dengan kuda? Mungkin lukisan yang dibuat kucing tidak akan sekecil lukisan yang dibuat tikus. Dan kuda tidak memiliki belalai, yang menjadi solusi dari konflik cerita.

Anak-anak suka dengan adegan yang berulang

Karena adegan yang berulang itu mudah ditebak, tapi tetap ada tensi atau ketegangan yang terbangun. Bagian yang berulang ini juga akan seru sekali jika dibacakan keras-keras oleh orangtua kepada anak-anak.

Hindari Deus Ex Machina

Deus Ex Machina adalah solusi instan dari penulis terhadap konflik dalam cerita. Ciri-cirinya, konflik bisa selesai tanpa tokoh utama melakukan upaya untuk menyelesaikannya. It's like magic!
Tidak hanya dalam buku anak... dalam cerita jenis apapun, hindarilah Deus Ex Machina.

Pertimbangkan Grading/Leveling/Penjejangan buku anak

Buku anak itu ada tingkatannya loh... di luar negeri sudah lama ada, tapi di Indonesia masih sedang digodok formulanya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjejangan buku anak di antaranya:
  • Jumlah kata dan kalimat per halaman
  • Diksi (apakah kata-kata yang dipakai mudah atau sulit dimengerti anak?)
  • Kadar ilustrasi dan teks (lebih banyak mana porsinya, ilustrasi atau teks?)
  • Inferensi (apakah anak dapat membuat simpulan dari cerita?)
  • Isu yang diangkat.

Bisa jadi teks sedikit, ilustrasi banyak, tapi konten cerita berat atau isu yang diangkat sulit dicerna oleh anak-anak (misalnya isu kematian).

Tokoh yang mengesankan

Tokoh yang mengesankan adalah tokoh 3D. Dimensi pertama berkaitan dengan fisik atau penampilannya. Dimensi kedua berkaitan dengan sifat-sifatnya (dimensi internal/sisi psikologis). Dan dimensi ketiga berkaitan dengan aspek-aspek sosiologis (dimensi eksternal); bagaimana hubungan tokoh tersebut dengan orang-orang di sekitarnya.

Secara visual, tokoh yang mengesankan adalah yang dapat menarik perhatian anak, menampilkan emosi yang dapat dimengerti anak, secara menunjukkan emosi yang berbeda-beda.

Alur cerita atau Plot

Untuk anak-anak, buatlah alur cerita maju. Berdasarkan penelitian, alur flashback baru dapat dicerna oleh anak-anak tingkat SMA. Usia di bawah itu pun sebenarnya bisa mencerna alur flashback jika memang dia sudah terbiasa membaca buku.

Dalam membentuk plot, ada tiga hal utama yang harus dipikirkan:
  • Tujuan - apa yang diinginkan oleh tokoh
  • Motivasi Logis - mengapa sang tokoh menginginkan hal tersebut (logis di sini terkait dengan logika cerita, bukan logika berpikir kita)
  • Kendala - kendala apa yang dihadapi tokoh dalam mencapai tujuannya 

Setelah ketiga hal di atas, tentukan pula laju ceritanya (akan cepat atau lambat), buat set-up atau introduction yang menarik, kemudian tentukan klimaks dan penyelesaiannya.

Identifikasi Elemen Fokus

Dalam cover, juga dalam setiap halaman buku anak, tentukanlah elemen yang menjadi fokus. Bisa jadi fokus terhadap tokoh, aksi, latar, atau emosi.

Dalam membuat cover, pertimbangkan apakah cover tersebut sudah dapat mengkomunikasikan cerita di dalam? Apakah covernya membuat penasaran? Bisa diambil bagian yang paling menarik dari cerita (menarik bagi anak-anak, bukan bagi kita). Bisa juga menampilkan emosi atau hubungan antar tokoh.




Pulang dari acara pelatihan, saya menyempatkan diri mampir ke salah satu toko buku di Bandung... dan saya iseng melihat-lihat bagian rak-rak buku anak. Saya membeli satu buku untuk anak saya.... itu pun memilihnya dengan sulit, karena sebagian besar bukunya kurang menarik. Entah itu dari segi ilustrasi, perpaduan warna yang norak, format buku yang tipis dan membosankan... Hhhh. Jika dibandingkan dengan buku-buku anak yang saya lihat di toko-toko buku impor (Periplus misalnya)... sungguh berbeda.

Semoga ke depannya di Indonesia akan ada lebih banyak buku anak yang berkualitas ya!

Friday 21 October 2016

Kisah Cinta Saya & Buku

Halo, selamat Hari Jumat :)
Berhubung agak santai (kondisi pikirannya), saya ingin bercerita tentang preferensi saya terhadap buku. Pertama-tama, perlu dipahami dulu bahwa ini preferensi saya pribadi, bukan yang terkait dengan pekerjaan ya.


Dulu orangtua saya mengajarkan untuk suka baca sejak dini, 
sekarang saya pun ingin mengajarkan hal yang sama pada anak saya.

Sejak kecil saya memang digiring untuk suka membaca. Bisa dibilang dulu saya pembaca segala (Yellow Pages pun saya baca). Waktu kecil, saya dibelikan buku-buku dongeng nusantara--dongeng dari berbagai daerah di Indonesia. Bukunya tipis-tipis, dan ada sedikit ilustrasinya. Kalau diingat-ingat lagi, sebenarnya ilustrasinya mungkin agak kurang pantas dibaca anak kecil, karena ada pria-pria bertelanjang dada, dan wanita-wanita yang mengenakan kemben (ya soalnya pakaian tradisionalnya memang begitu! :DD) Tapi dulu saya bacanya tanpa pikiran macam-macam. Kan masih polos gitu deh.


Masa kecil saya (pra-sekolah) juga dihabiskan dengan membaca majalah Bobo (saya suka komik Pak Janggut--benar itu bukan sih judulnya? Lupa.), komik-komik western seperti Smurf, Asterix & Obelix, Lucky Luke, dan Tintin (pinjam dari tetangga depan rumah), manga-manga ballerina seperti Mari-chan dan Karina.

Waktu itu sepertinya saya kepincut dengan manga. Saya belajar menggambar gaya manga, dan suka membuat cerita manga sendiri di buku tulis (saya ingat ini zaman SD)--satu halaman satu panel :)) Makanya stok buku tulis di rumah cepat habis karena saya gambari. Manga abal-abal ini lalu saya bawa ke sekolah dan dipinjamkan ke teman-teman sekelas. Kalau diingat lagi sekarang, rasanya lucu ^^'

Zaman SD, saya mulai mengenal karya-karya RL Stine: Goosebumps. Salah seorang teman SD saya punya koleksi buku Goosebumps lengkap sekali. Kalau giliran kerja kelompok di rumahnya, saya selalu mengerjakan latihan soal dengan cepat, agar bisa baca buku setelahnya.

Selain Goosebumps, saya juga ingat membaca beberapa novel Enid Blyton (Sapta Siaga dan Lima Sekawan)... kalau tidak salah, pinjam dari tetangga depan rumah juga. Waktu itu memang belum tebersit niat untuk koleksi buku sendiri.

Kesukaan terhadap manga terus berlanjut hingga zaman SMP. Koleksi pertama buku saya banyak manga-nya (sekarang sudah hilang semua karena dipinjam berbagai orang dan tidak dikembalikan lagi). Selain beli sendiri, saya juga jadi anggota taman bacaan, dan rajin pinjam manga di sana. Pernah sekali waktu manga pinjaman itu disita guru (karena saya membawanya ke sekolah... membawa ya, bukan membaca, karena mau saya kembalikan sepulang sekolah.) Waktu itu masih sering ada razia tas... tidak tahu bagaimana kalau sekarang.

Selain membaca manga, saya juga membaca novel-novel Agatha Christie seri Hercule Poirot (pinjam dari perpustakaan sekolah) dan novel-novel RL Stine seri Fear Street (ada yang pinjam, ada yang beli). Berkat RL Stine, benak saya teracuni oleh kisah-kisah horor dan pembunuhan... hingga saya menulis cerita sendiri di buku tulis... dan seperti biasanya, buku itu dipinjamkan ke teman-teman sekelas. Waktu itu belum ada yang namanya KKPK atau Fantasteen, dan tidak ada pikiran sama sekali untuk mengirimkan tulisan-tulisan saya ke penerbit.

Zaman SMP juga pertama kalinya saya berhasil tamat membaca novel berbahasa Inggris (meskipun novelnya kecil dan tipis). Sampai sekarang novelnya masih ada... penuh coretan pensil, karena saya menuliskan arti dari kata-kata yang tidak saya mengerti.

Lalu... ada Harry Potter! Ya, saya ingat membeli dan membaca buku pertama Harry Potter di usia SMP. Ingat, karena demi membeli buku itu, saya bolos les Bahasa Inggris dan pergi ke tobuk Gramedia. Pulangnya, saya nyasar dan kemalaman... lalu diantar pulang (bahkan dibayari ongkosnya) sampai ke rumah oleh seorang wanita muda yang baik hati. Saya takut sekali! Takut dimarahi karena bolos. Hingga wanita yang mengantar saya pun merasa kasihan, dan bicara dulu dengan orangtua saya, meminta mereka untuk tidak memarahi saya. Sementara orang-orang dewasa bercakap-cakap, saya mengurung diri di kamar... dan baca buku yang baru dibeli. -___-


Beranjak ke SMA, koleksi manga saya semakin menjadi-jadi. Ada sih beberapa novel yang dibeli, tapi jumlahnya tidak seberapa. Saya belum meninggalkan hobi menulis di buku tulis ^^' dan beberapa masih saya simpan. Ada teman-teman yang menuliskan kesan dan pesan di secarik kertas setelah membaca tulisan saya. Rasanya senang sekali kalau dibaca-baca lagi.



Novel paling berkesan yang saya baca pada zaman SMA adalah The Lord of The Rings-nya Tolkien. Dipinjami oleh teman, karena saya bilang saya suka sekali dengan filmnya (film pertama, The Fellowship of The Ring). Teman saya waktu itu bilang, "Aku punya bukunya, tapi Bahasa Inggris, dan tebal. Mau pinjam?" Berhubung saya penasaran dengan kelanjutan cerita yang dari filmnya, saya pun menerima tawarannya. Bukunya benar-benar tebal sekali, karena itu gabungan dari The Fellowship of The Ring, The Two Towers, dan The Return of The Kings. Saya masih ingat di sampul depannya ada gambar ringwraiths yang sedang menaiki kuda, hendak menyeberangi sungai menuju Rivendell (adegan dari filmnya). Entah bagaimana saya berhasil menamatkan buku itu. Meskipun berat, bukunya saya bawa ke mana-mana, karena begitu terjerat dengan ceritanya. Adegan yang paling berkesan adalah pertempuran di Helm's Deep (saya bacanya sambil makan mi goreng plus seledri cincang).


This. This is what I read back then. 1137 pages. LOL
Check it out on Goodreads

Oh iya, sejak akhir masa SMA, saya menjadi anggota taman bacaan Pitimoss, dan kebanyakan novel dan manga yang saya baca, saya pinjam dari sana... Kalau ada novel yang menurut saya bagus dan layak punya, baru saya beli (misalnya trilogi His Dark Materials-nya Phillip Pullman).

Perhaps God knows that I like English more than I thought I did.
Meskipun bukan pilihan pertama, saya diterima di jurusan Sastra Inggris dan menjalaninya dengan senang hati. Pada masa kuliah ini, saya mengenal lebih banyak jenis buku. Membeli lebih banyak buku. Kalau diingat-ingat lagi, saya membeli buku lebih karena suka desain sampulnya, bukan karena suka genre-nya atau penasaran dengan ceritanya.


Setelah lulus kuliah dan diterima kerja di salah satu perusahaan penerbitan, barulah hasrat untuk mengoleksi buku semakin berkobar. Selain karena ini pertama kalinya saya mendapat penghasilan tetap, bekerja di sini sangat menambah pengetahuan saya akan buku-buku bagus.... jadi semakin banyak lah buku yang ingin saya beli. Apalagi, ada diskon khusus karyawan jika membeli buku-buku yang diterbitkan di sini.

Pusing, karena buku yang diinginkan banyak sekali. Dari berbagai genre. Dan terus saja muncul buku-buku terbitan baru yang menggoda. Never-ending wishlist.

Saya pun kemudian fokus pada mengoleksi buku-buku fiksi saja. Tapi itu ternyata tidak cukup. Perlu waktu cukup lama bagi saya untuk akhirnya menyadari bahwa tidak mungkin saya dapat membaca semua buku bagus yang ada dalam wishlist saya, dan bahwa buku fiksi yang selalu saya suka hanya beberapa genre saja. Genre apa? Mungkin teman-teman yang mengikuti tulisan-tulisan saya di blog sudah dapat menerkanya. ^^

Hmmm... hingga beberapa waktu lalu, saya masih secara tak sadar menghipnotis diri bahwa genre favorit saya adalah fantasi. Segala macam fantasi saya harus(nya) suka. Ini wajar, ini logis, ini adalah suatu keharusan... karena saya penanggung jawab lini buku fantasi di tempat saya bekerja. Iya kan?


Ternyata tidak demikian.
Bacaan pekerjaan ya pekerjaan. Bacaan pribadi boleh jadi berbeda.

Karena seiring waktu berlalu, saya pun menyadari bahwa preferensi saya lebih ke genre horor dan fantasi remaja (middle grade). Ketika akan mulai membaca buku bergenre ini, saya selalu merasa berdebar-debar penuh antisipasi. Dan kemungkinan saya akan merasa kecewa jauh lebih kecil, meskipun jika orang lain bilang buku itu jelek, ceritanya standar, dll.

Don't get me wrong, bukan berarti saya tidak menyukai jenis fantasi yang lain... hanya saja saya tidak memprioritaskannya menjadi bacaan pribadi. Sekarang, saya merasa harus menyisir kembali wishlist saya, dan menghapus buku-buku yang masih diragukan... apakah ini layak koleksi atau layak baca saja?

Sebagai tambahan dari genre horor dan fantasi remaja, saya juga mulai mengoleksi karya-karya klasik... Awalnya sekadar karena pekerjaan, tapi sekarang saya jadi mulai benar-benar menyukainya. Tapi ini jadi cerita untuk lain kali saja ^^. Kali ini sekian dulu, dan selamat berakhir pekan :)

Monday 17 October 2016

Nonton Inferno dan Beli Buku Gaiman

Sabtu kemarin cukup menyenangkan, meskipun capek karena harus bolak balik Bandung-Jakarta ^^
Ada acara Nonton Bareng film Inferno di Lotte Shopping Avenue, dan saya bersama beberapa rekan datang sebagai perwakilan redaksi, berhubung novel Inferno diterbitkan oleh kami. Acara ini terselenggara berkat kerjasama beberapa komunitas, yakni Indo Dan Brown Community, komunitas Gila Film, serta Jakarta Cinema Club.

Kami berangkat dari Bandung sekitar jam enam kurang, membawa kaus panitia, goodie bag yang akan dibagikan kepada para peserta, juga beberapa buku yang akan menjadi hadiah games dan kuis. Seperti biasa, Mas Peter yang sudah stand by di lokasi acara lumayan ketar ketir karena khawatir kami akan telat. Tapi ternyata tidak tuh :p Ketika kami tiba, masih ada cukup waktu untuk menyiapkan goodie bag (yang berisi majalah Cinemags (back-issue) dan mug). Acara nonbar dimulai sekitar jam 9.


Oke, sebelumnya saya pengakuan dosa dulu... Saya belum baca Inferno *muka datar*
Buku-buku Dan Brown yang sudah saya baca baru Da Vinci Code dan Angels & Demons. Itu pun sudah lama sekali hingga saya sudah lupa-lupa ingat alur ceritanya (lebih banyak lupanya daripada ingatnya).

Ketika menonton film ini, saya tidak punya ekspektasi apa-apa. Dan penilaian saya murni berdasarkan filmnya, tidak dicampuri oleh perbandingan dengan bukunya. Jadi, bagaimana kesan saya terhadap Inferno? Saya sangat terhibur. Film ini sarat adegan yang cinematis dan seru. Alur ceritanya jelas cepat, nyaris tak ada waktu untuk menarik nafas. Akting para pemainnya juga bagus.

Garis besar ceritanya, 

Buat teman-teman yang sama sekali belum tahu...
Inferno adalah nama sebuah virus yang diciptakan oleh seorang ekstremis bernama Zobrist. Menurutnya, pertumbuhan populasi manusia sudah tak terkendali, dan jika dibiarkan, dalam kurun waktu seratus tahun lagi, seluruh umat manusia akan binasa. Dia ingin melepaskan Inferno ke dunia agar setidaknya separuh populasi manusia di bumi ini tewas. Setidaknya, separuhnya lagi selamat. Sayangnya, sebelum Zobrist berhasil melakukan rencananya, dia tewas bunuh diri. Inferno telah dia sembunyikan di suatu tempat, dan dia meninggalkan sejumlah petunjuk menuju lokasi virus tersebut.

Kemudian, ada beberapa pihak yang mengincar Inferno. Ada pihak yang ingin mengamankan virus itu, ada pihak yang ingin menjualnya kepada penawar tertinggi, dan ada juga para pengikut Zobrist yang ingin menyebarkan virus itu. Profesor Robert Langdon terlibat dalam masalah ini karena dimintai tolong oleh salah satu pihak, untuk memecahkan petunjuk-petunjuk yang ditinggalkan oleh Zobrist.

Pertanyaan besarnya, tentu saja adalah, pada akhirnya Inferno jatuh ke tangan siapa?

Basilica Cistern | Sumber: turkeyportal.com


Film Inferno yang sebagian besarnya mengambil latar belakang tempat di Florence (Palazzo Vecchio) dan Istanbul (Hagia Sophia dan Basilica Cistern) sukses membuat saya ingin mendatangi langsung tempat-tempat tersebut. Terutama Basilica Cistern. Suatu keinginan yang saya yakin tidak akan saya upayakan untuk terwujud :p

Teman-teman yang kemarin ikut nonton bareng, tiketnya jangan dibuang ya, karena itu bisa digunakan untuk membeli novel Inferno sampul movie tie-in dengan diskon 20%


 Kiri: Inferno coloring book. Kemarin jadi hadiah kuis.
Kanan: Inferno versi terjemahan Bahasa Indonesia, cover movie tie-in.
Yang kanan bisa dibeli di mizanstore.com

Setelah film selesai diputar, Indo Dan Brown Community (IDBC) mengadakan games teka-teki. Mereka mengunggah 10 petunjuk di Instagram mereka untuk kemudian dipecahkan oleh para peserta. Pada pukul satu siang mereka berkumpul di tempat yang sudah ditentukan, dan peserta yang paling banyak memecahkan petunjuk adalah pemenangnya.


Games-nya nampak seru ya, tapi saya dan rekan-rekan redaksi tidak ikut berpartisipasi; kami pamit untuk langsung kembali ke Bandung. Yah, tidak langsung sih... karena saya menyarankan untuk...

Melipir dulu ke Periplus

Dengan alasan "mungkin saja Midnight Star-nya Marie Lu sudah tersedia, jadi bisa segera diproses penerjemahannya," tapi ternyata buku pamungkas dari trilogi The Young Elites ini belum ada.

Malah saya menemukan sebuah buku kecil dengan nama penulis favorit saya tercantum di sampul depannya: Neil Gaiman. Dan saya tergoda untuk membelinya. Buku ini berjudul Trigger Warning, kumpulan cerpen (dan juga puisi). Salah satu alasan saya menyukai karya Neil Gaiman adalah ini... tulisannya pendek, tapi sangat berkesan. Tidak seperti tulisan beberapa penulis lainnya yang pernah saya baca, yang dipanjang-panjangkan hingga berbuku-buku, padahal sebenarnya kisahnya bisa selesai dalam satu buku.

Buku lainnya yang sempat menggoda saya adalah After Alice, tapi karena harganya menurut saya di atas standar, saya urung mengadopsinya. Saya malah mengambil Six of Crows karya Leigh Bardugo, yang sebenarnya telah saya miliki versi PDF-nya. Ya, saya ngaku, dari awal memang saya naksir desain sampulnya -_-





Tentu saja rasanya kurang lengkap jika tidak melirik rak buku anak-anak... Dan di situ saya mengambil salah satu buku Bizzy Bear, yang berjudul Spooky House. Ilustratornya adalah Benji Davies; dan saya suka sekali gaya ilustrasinya (iya, saya yang suka, bukan anak saya :p). Ini buku Bizzy Bear ketiga yang saya beli. Sebelumnya sudah punya Farmyard Fun (yang sudah hancur lebur disobek-sobek Nafii) dan Deep-Sea Diver. Ini jenis buku dengan tabs yang bisa ditarik atau didorong dan memunculkan gambar-gambar tersembunyi. 



Yah, dipikir-pikir, bulan ini saya sudah beli buku berapa banyak... sementara buku yang selesai dibaca baru satu... itu pun buku bergambar anak-anak! *tertawa miris* Ah, semoga tidak lama-lama terjebak dalam reading slump ^^.

Thursday 13 October 2016

Bacaan Seram Menjelang Halloween - Bagian Dua

Halo!
Halloween masih nanti malam kan? Sudah siap untuk berseram-seram lagi? :p

Di bagian satu, saya membahas novel-novel horor favorit saya, dan novel-novel horor yang ingin saya baca. Nah, di bagian dua ini, bahasannya mirip tapi beda, karena saya akan membahas komik/gravel horor yang telah saya baca dan sukai cerita maupun artwork-nya.

Mulai dari manga dalam bentuk cetak... Dulu saya keranjingan membaca karya-karya Chie Watari, tapi pinjam dari taman bacaan, tidak ada yang saya beli untuk koleksi sendiri. Kurang suka sama artwork-nya, tapi dari segi cerita memang seram... Beberapa manga horor yang saat ini ada dalam koleksi saya adalah Another Door, Black Collection, dan Death Messages.

Another Door mengisahkan seorang pria dan anak perempuannya yang berasal dari dunia lain. Mereka "menolong" anak-anak yang memiliki berbagai masalah, tapi akhirnya tidak selalu bahagia. Salah satunya ada seorang anak yang tidak suka makan sayur... dia kemudian diajak ke dunia di mana makanannya hanya kue dan berbagai makanan manis. Awalnya dia senang, tapi lama-lama barulah dia merasakan dampak buruk terhadap tubuhnya.

Saya suka sekali dengan Another Door, karena mengajarkan anak-anak untuk mensyukuri apa yang mereka punya...


Black Collection berisi beberapa cerita pendek. Black Collection sendiri mengisahkan praktik semacam ilmu gelap yang bisa membuat jiwa orang merasuk ke tubuh orang lain. Sedangkan Death Messages adalah kisah pembunuhan berantai di sekolah. Kedua manga ini pengarangnya sama.

Berkat rekomendasi dari seorang teman, yang tahu bahwa saya penggila horor, saya jadi dapat membaca dan memiliki beberapa komik horor lokal. Di antaranya yang saya suka ada Dreadout, Morte dan Nisbi (karya Ekyu), dan Afterdark (karya Archfriend).


Kalau mau yang gratisan, tentu jawabannya adalah Webtoon! :)) Silakan unduh aplikasinya.
Di sini, komik bergenre horor-nya kurang banyak sih (menurut saya...haha), tapi lumayan lah... ada yang dilengkapi dengan efek suara dan gambar bergerak, seperti Chiller dan Shiver.



Chiller sudah tayang tamat di episode ke-37. Setiap episode ceritanya berbeda, jadi bisa dibaca secara acak. Ada beberapa cerita yang saya suka, ada pula yang tidak. Beberapa yang saya suka adalah The Other Side of Cleanliness (episode 5), Bongcheon-dong Ghost (episode 22), dan Entangled (episode 33).


Shriek setipe dengan Chiller; setiap episode memiliki cerita yang berbeda. Webtoon yang satu ini sudah mencapai episode 12 dan masih on-going.


Webtoon horor yang terbaru berjudul Unknown Caller, memiliki fitur baru yang amat keren! Seperti Chiller dan Shriek, setiap episodenya berbeda kisah.

Nah, silakan dijajal, dan selamat merinding! Hihi...

Bacaan Seram Menjelang Halloween - Bagian Satu

Selamat Hari Kamis, kawan-kawan! :)
Hari ini saya sedikit bersemangat setelah beberapa hari kemarin kondisi fisik menurun karena terlalu lelah (dan asupannya jelek).


Bulan Oktober identik dengan hal-hal horor, karena di penghujung bulan ini ada perayaan Halloween. Meskipun saya tidak heboh ikut merayakannya, saya tetap merasa senang karena horor adalah genre favorit saya. Atmosfer seram dan mencekam ada di mana-mana. Seru!

Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi keseruan (dan keseraman) itu dengan kawan-kawan. Kisah-kisah seram apa yang selama ini sudah saya baca dan bagian apa yang membuat saya merinding? Ini dia...


Coraline
Neil Gaiman

Ketika Coraline pertama kali bertemu dengan the other mother, yang kedua matanya terbuat dari kancing hitam...

Ketika Coraline terbangun di tengah malam, sendirian di dalam rumah, sadar bahwa kedua orangtuanya benar-benar menghilang...

Cek di Goodreads Coraline versi Bahasa Indonesia & versi Bahasa Inggris | Ulasan lebih lengkap bukunya & filmnya.
 

Anna Dressed in Blood
Kendare Blake

Ketika Cas pertama kali mendatangi rumah Anna... Menghadapi keheningan yang janggal, bagaikan suasana tenang sebelum badai mengamuk.

Sekuelnya, Girl of Nightmares, tidak semenyeramkan buku ini.

Cek di Goodreads buku Anna Dressed in Blood & Girl of Nightmares.



Charlie Parker Sequence
John Connolly

Bagian-bagian di mana muncul penampakan tak terduga.

Mungkin, Charlie Parker akan selamanya dihantui oleh arwah istri dan anak perempuannya yang tewas dibunuh dengan sadis, meskipun Charlie sudah membalas dendam. Iblis dan kegelapan sepertinya selalu mengikuti detektif partikelir ini, ke mana pun dia pergi. Jangan harap akan menemukan kebahagiaan jika kau memutuskan untuk mengikuti perjalanan hidupnya.

Cek serial Charlie Parker di Goodreads.



The Cavendish Home For Boys and Girls
Claire Legrand


Ketika Victoria menyadari apa bahan yang digunakan untuk membuat hidangan yang disajikan untuknya... dan siapa sebenarnya para makhluk cebol yang mengerjakan berbagai tugas domestik di Cavendish Home...

Cek buku ini di Goodreads (belum ada terjemahan Bahasa Indonesia-nya) | Ulasan lebih lengkap buku ini.


Lockwood & Co. Screaming Staircase
Jonathan Stroud

Bagian pembukanya. Perjumpaan pertama dengan hantu di rumah kosong.
Kemudian menjelang akhir... di kamar merah....

Buku keduanya, Whispering Skull, tidak terlalu menyeramkan bagi saya. Malah cenderung lebih banyak drama dan humornya. Saya tidak tahu kesan apa yang akan saya dapat dari buku ketiga, The Hollow Boy, nanti.

Cek di Goodreads The Screaming Staircase, Whispering Skull, dan The Hollow Boy versi Bahasa Indonesia. Dan ini ulasan saya tentang Whispering Skull.


The Suffering
Rin Chupeco

Ketika Tark dan Okiku tiba di Hutan Aokigahara... atmosfernya kentara sekali berubah, bagaikan melangkah melewati tirai tipis dan masuk ke dimensi lain.

Ketika Tark menyadari dia harus bermain Hitori Kakurenbo (Hide and Seek Alone) sebanyak 6 kali... Yah, satu kali saja dia nyaris mati, apalagi harus 6 kali! Silakan cari tahu lebih banyak tentang Hitori Kakurenbo, and tell me if it doesn't give you the creeps...

Cek di Goodreads (belum ada terjemahan Bahasa Indonesia-nya) | Ulasan lebih lengkap tentang The Suffering dan The Girl From The Well  



Winter People
Jennifer McMahon


Sewaktu Sara mendapati putri semata wayangnya tewas... Ack... sakit hati.
Kisah ini tipe yang perlahan-lahan menyeretmu, lalu memerangkapmu. Ketika kau sadar, seluruh tubuhmu sudah dibekukan oleh salju.

Cek di Goodreads | Ulasan lebih lengkap tentang Winter People

The Woman in Black
Susan Hill

Endingnya! Endingnya! Endingnya!
#nyesekkkkk

Cek di Goodreads | Ulasan lebih lengkap tentang The Woman in Black | Bahasan filmnya

____________________________________________________________

Tidak bisa dipungkiri, saya selalu tertarik dengan buku-buku horor. Baik dari desain sampulnya, maupun dari sinopsis kisahnya. Untuk saat ini, ada beberapa yang membuat saya penasaran dan sangat tertarik untuk membacanya. Mungkin kawan-kawan ada yang sudah membacanya? Let me know what you think! :D

The Fall
Katanya ada sangkut pautnya dengan
The Fall of The House of Usher karya Edgar Allan Poe itu lho! 

Servants of The Storm
Hiiii... lihat deh, desain sampulnya saja seram gitu.
Kayaknya ada hubungannya sama mayat hidup.

Buku-buku horornya Mary Downing Hahn, antara lain
The Ghost of Crutchfield Hall dan Deep and Dark and Dangerous

We Have Always Lived in The Castle
Selain The Haunting of Hill House dan cerpen The Lottery,
katanya buku Shirley Jackson ini yang paling oke!

Roald Dahl's Book of Ghost Stories
Saya suka gaya tulisan Roald Dahl, dan saya penasaran,
seperti apa jika Roald Dahl menulis kisah horor?
Sayangnya rasa penasaran itu tidak akan pernah terjawab.
Setidaknya, lewat buku ini saya akan bisa tahu
kisah-kisah horor seperti apa yang disukai oleh seorang Roald Dahl.

Amity
Familier dengan nama itu?
Hmmm... Ingat film Amityville Horror?
Tahu kan, itu diangkat dari kisah nyata?
Nah... waktu kecil saya ketakutan setengah mati nonton film ini.
Beberapa rumah memang seperti ini...
Sudah terlalu dikuasai iblis,
hingga para penghuni jadi gila karena terus-terusan diganggu.

Trilogi Asylum ~ Sanctum ~ Catacomb
Saya sangat penasaran dengan trilogi ini...
Tapi saya selalu ragu-ragu membeli bukunya, karena khawatir
kekecewaan saya terhadap Miss Peregrine's Home for Peculiar Children
terulang lagi di buku ini...

Scary Stories to Tell in The Dark
More Scary Stories to Tell in the Dark
More Tales to Chill Your Bones
Ketiga buku ini adalah kompilasi cerpen-cerpen horor.
Saya suka ilustrasinya yang baru, karya Brett Helquist.
Ingin segera mengadopsi ketiganya XD


Sebenarnya masih banyak buku-buku horor lainnya yang ingin saya baca, tapi kalau dilanjutkan terus, daftarnya tidak akan habis-habis >,<
Dengan berat hati... sekian dulu!

Thursday 29 September 2016

Wrap Up! Bacaan Bulan September 2016

Sebelumnya, pernahkah saya membaca sebanyak ini dalam sebulan? Saya jadi kaget sendiri. Terlepas dari bacaan-bacaan yang berhubungan dengan tugas kantor, bulan September ini saya sudah membaca 14 buku. Yah... ada komiknya sih, dan buku-buku tipis, tapi buku-buku bantal juga ada.


Entah kenapa semangat baca saya sedang tinggi. Mungkin karena bacaannya seru-seru. Di sisi lain, semangat saya untuk mengerjakan hal-hal lain jadi menurun (Hey, you can't have everything!) Saya malas menonton serial TV, malas mewarnai, malas berkreasi dengan kain flanel...

Jadi... apa saja yang saya baca?


Untuk komik, ada Les Miserables volume 5 dan 6. Pengakuan dosa! Saya belum membaca versi novel karya fenomenal Victor Hugo ini... karya klasik yang amat tebal (meski sudah dibagi menjadi tiga buku--kalau tidak salah) ini membuat saya enggan membacanya. Saya sudah menonton film adaptasinya yang paling baru (keluaran tahun 2012) dan cukup terkesan dengan jalan ceritanya, serta akting para pemerannya.


Kembali ke adaptasi komiknya, saya sangat merekomendasikannya! Gaya gambar Takahiro Arai sangat bagus dan lumayan realistis. Kisahnya disampaikan dengan amat baik, hingga berhasil membuat perasaan saya campur aduk.


Di awal bulan, saya membaca Archenemy yang sudah dari bulan sebelumnya saya mulai. Ceritanya kurang begitu mengesankan, tapi saya berusaha membacanya cepat-cepat untuk segera menyelesaikan trilogi The Looking Glass Wars karya Frank Beddor ini.

 
Masih di awal bulan, kalau tidak salah di sela-sela membaca Archenemy, saya membaca sebuah buku tipis berjudul Gravity Falls: Pining Away. Ini adalah novelisasi serial kartun favorit saya, Gravity Falls (tayang di Disney Channel). Ceritanya, anak kembar Dipper dan Mabel liburan musim panas ke tempat pamannya, Stan di suatu tempat bernama Gravity Falls. Sang paman punya tempat wisata namanya Mystery Shack, yang isinya rata-rata barang tipuan, tapi sebenernya ada juga barang-barang yang benar-benar mengandung kekuatan mistis. Dipper dan Mabel menemukan berbagai kejadian dan makhluk aneh di Gravity Falls, dan mereka (anehnya) menghadapi itu semua dengan cukup tenang--cenderung konyol.

Saya suka dengan tokoh Mabel yang aneh dan selalu optimis. Biarpun kisah cintanya gagal melulu, dia tetap bisa bersikap ceria. Yah, bagaimana bisa berhasil jika dia jatuh cintanya sama mayat hidup, atau merman? :p


Kemudian ada Hollow City dan The Library of Souls, buku kedua dan ketiga trilogi Miss Peregrine's Home for Peculiar Children. Saya bertekad menyelesaikan trilogi ini sebelum adaptasi filmnya keluar di akhir September ini (sudah belum ya? Saya kurang mengikuti beritanya).

Kedua buku ini kisahnya seru, lebih seru daripada buku pertama, sehingga saya dapat selesai membaca dengan cukup cepat. Akhir kisahnya menurut saya agak aneh dan maksa, tapi ya sudahlah.


Milea, buku lanjutan kisah Dilan-nya Pidi Baiq, saya selesaikan hanya dalam kurun waktu 2,5 jam! Iya, ngaku, ada bagian-bagian yang saya scanning karena berisi sesuatu yang diulang-ulang. Secara keseluruhan, kisahnya oke, memberikan sesuatu yang segar karena dikisahkan dari sudut pandang Dilan (sementara di buku satu dan dua dikisahkan dari sudut pandang Milea). Saya bisa paham mengapa buku ini begitu digandrungi kawula muda; karena kisahnya berpotensi bikin baper! Dan anak muda sekarang sukanya baper kannnnn :p Iya, ngaku (lagi) bahwa saya sudah tidak muda.


Buku lainnya yang saya baca dengan cukup cepat (sekitar 3 hari, untuk buku setebal 647 halaman) adalah Battle Royale karya Koushun Takami. Ceritanya seru banget. Sudah saya bahas panjang lebar di blog sebelah.... jadi tidak perlu saya ulang lagi di sini lah ya...


Berikutnya ada buku yang saya baca bareng dengan Mbak Zai dan Mbak Mery, yaitu Wildwood karya Colin Meloy, dan diilustrasikan oleh Carson Ellis. Buku ini yang pertama dari trilogi Wildwood. Buku keduanya berjudul Under Wildwood, dan buku ketiga berjudul Wildwood Imperium. Target pembaca buku ini adalah remaja. Yah, pikir saya, untuk ukuran konsumsi remaja, buku ini tebal sekali! (576 halaman).

Tapi ternyata tebalnya itu mengasyikkan! Kisahnya seru, ilustrasi-ilustrasinya banyak dan bagus-bagus. Saking serunya, sampai terbawa mimpi... hahaha.


Setelah mulas puas membaca buku-buku tebal, saya memutuskan beralih ke buku-buku tipis, dan yang menjadi pilihan saya ada tiga buku karya Roald Dahl: Danny The Champion of The World, James and The Giant Peach, dan Esio Trot.

Dari ketiganya, yang paling saya sukai adalah Danny The Champion of The World, karena menampilkan hubungan yang baik dan hangat antara ayah dan anak lelakinya. Kisahnya membuat saya senang saat membacanya :)

James and The Giant Peach bisa dibilang kisahnya absurd dan tidak masuk akal, tapi masih lumayan asyik dibaca. Sedangkan Esio Trot, wah, ini sama sekali bukan konsumsi anak-anak ya.


Di minggu terakhir Bulan September, saya meneruskan membaca Rasuk, sebuah novel lokal karya salah satu penulis favorit saya, Risa Saraswati. Sekitar tahun lalu, saya nitip dibeliin buku ini ke Iwan yang saat itu menghadiri acaranya Teh Risa (kayaknya waktu itu acara book talk--lupa). Kemudian saya langsung membacanya beberapa halaman karena penasaran... tapi lalu mood membaca saya hilang dan buku ini pun disimpan di timbunan... hingga ketika kemarin saya ambil lagi, kertasnya sudah mulai berjamur... hiks.

Teh Risa sebelumnya telah menulis trilogi Danur-Maddah-Sunyaruri yang didasarkan pada pengalaman pribadinya berkawan dengan makhluk-makhluk halus. Sedangkan Rasuk ini kisahnya murni fiksi. Tokoh utama Rasuk adalah gadis muda bernama Langgir Janaka. Dia orang yang pendiam dan merasa tersiksa oleh hidupnya. Sejak ayahnya meninggal, Langgir diperlakukan buruk oleh ibunya, yang menyalahkan Langgir atas kematian suaminya. Langgir begitu menderita, tapi tidak pernah mau curhat kepada ketiga sahabatnya (menurut saya ini aneh!), malah dia merasa iri pada kehidupan mereka yang menurutnya begitu bahagia. Langgir terus memupuk penderitaannya, terus-menerus mengeluh bahwa hidup ini tidak adil, bahkan dia menghujat Tuhan. Yah, tokoh utama yang menawan ya? Nope. Nope. Nope. Alih-alih merasa kasihan, saya malah merasa sebal padanya.

Melalui serangkaian insiden, roh Langgir terlepas dari tubuhnya, lalu merasuk ke tubuh orang-orang lain, termasuk ke tubuh ketiga sahabatnya. Langgir jadi tahu bahwa kehidupan sahabat-sahabatnya tidak seindah dan sebahagia yang dia bayangkan. Di sini pesan moralnya jelas sekali... seperti ditulis besar-besar di papan reklame. Entah bagaimana perasaan para pembaca yang lain, tapi saya sih merasa digurui, dan saya kurang suka buku-buku yang kisahnya jelas sekali menggurui.

Nah... salah satu hal yang menurut saya aneh, Langgir dan ketiga sahabatnya masing-masing punya rahasia yang disembunyikan dari satu sama lain. Masing-masing punya masalah besar yang dipendam sendiri. Padahal mereka sudah bersahabat selama bertahun-tahun, dari SMP hingga kuliah. Jadi... apa gunanya sahabat, kalau tidak bisa dijadikan tempat mencurahkan hati dan perasaan? Apakah di kehidupan nyata ada persahabatan yang semacam ini? Maaf saja, saya rasa itu bukan persahabatan sejati.

Menurut saya, buku ini lebih cocok masuk kategori drama daripada horor. Drama, dengan sentuhan supranatural. Saya hanya akan merekomendasikannya pada para penggemar karya-karya Teh Risa, yang bisa menoleransi hal-hal aneh dan gila yang muncul dalam buku Rasuk ini.


Last but not least, saya dikasih satu buku imut sama teman kantor, judulnya Coffee Time. Ini adalah nama cafe yang menjadi latar belakang tempat ceritanya. Azalea, seorang mahasiswi, terpaksa kerja sambilan di Coffee Time untuk menambah uang sakunya, karena bisnis ayahnya tiba-tiba bangkrut. Di Coffee Time, Azalea berkenalan dengan para pegawai lainnya yang memiliki karakter berbeda-beda. Azalea juga belajar menghadapi kenyataan bahwa dirinya bukan lagi anak orang kaya yang bisa mendapatkan segala macam hal dengan mudah, dan biasa dilayani. Kini, dirinyalah yang harus melayani.

Buku Coffee Time tipis dan kecil, cocok deh dibaca sekali duduk sambil minum kopi. Dulu banget pernah diminta baca dan mengomentari draft awal buku ini, ternyata akhirnya jadi terbit :p Kisahnya ringan, dan ada beberapa ilustrasi hitam putih di dalamnya. Akhir kisahnya masih menggantung nih, semoga dilanjutkan di buku berikutnya.

Sekian rekap bacaan bulan September saya. Bulan depan bakal baca apa saja ya? :)