Sunday, 24 April 2016

Tips Mengirim Lamaran Penerjemah ke Penerbit

Selamat siang :)
Tak terasa kita sudah memasuki minggu terakhir April. Apa saja yang sudah kita kerjakan sepanjang bulan ini? Sudah tercapaikah target-target kita, baik target pribadi maupun pekerjaan? Masih ada waktu untuk mengevaluasi ulang dan melaksanakan hal-hal yang belum sempat dilaksanakan.

Kemarin Sabtu, 23 April 2016, saya berkesempatan menghadiri acara Lokakarya Penerjemahan Buku Fantasi yang diselenggarakan oleh HPI. Pematerinya adalah Mbak Poppy Chusfani, salah satu penerjemah terkenal di Indonesia (dia juga sudah menulis buku lho). Beberapa buku yang telah dia terjemahkan di antaranya trilogi Bartimaeus (Jonathan Stroud), beberapa buku Roald Dahl, Brisingr dan Inheritance (C. Paolini), dan Tales from The Perilous Realm (Tolkien). Ingin tahu materi apa yang dia sampaikan? Tunggu artikel lainnya ya, karena bukan itu yang mau saya bahas sekarang ;p

Sumber: Pinterest.com


Kali ini saya ingin berbagi Tips Mengirim Lamaran Penerjemah ke Penerbit.
Kenapa saya merasa perlu menuliskan ini? Yah, sebenarnya sewaktu acara lokakarya itu, Mbak Dina nyeletuk bilang kalau saya dari Penerbit Mizan... dan muncul lagi deh pertanyaan ini: Bagaimana cara melamar sebagai penerjemah ke penerbit? I was unprepared and flustered, so I might have forgotten to mention a few things... Setelah merenung dan menyusun kata-kata, inilah versi lengkap jawabannya.

Biasanya, penerbit tidak atau jarang memasang pengumuman jika mereka sedang membutuhkan penerjemah. Terutama penerjemah Bahasa Inggris-Indonesia. Karenanya, penerjemah yang harus inisiatif mengirimkan surat lamaran ke penerbit. Bisa lewat airmail atau e-mail, dan alamatnya biasanya tercantum di buku-buku terbitan penerbit ybs.

Jika mengirim lewat e-mail, disarankan untuk menggunakan alamat e-mail dengan nama Anda. Misalnya susi.susanti@gmail.com bukannya gadiscantik1990@gmail.com.
Kenapa? Untuk memberi kesan profesional. Menegaskan bahwa Anda tidak main-main dan benar-benar menginginkan pekerjaan ini.

Naskah-naskah terjemahan

Apa saja yang perlu dikirimkan? Utamanya surat lamaran, CV, dan sampel terjemahan.

Perhatikan Surat Lamaran: 

Tata Bahasa Harus Benar dan Gaya Bahasa Harus Formal

Surat lamaran boleh ditulis dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris, yang penting tata bahasa atau grammar-nya benar, dan gaya bahasa yang digunakan harus formal (ingat, profesionalitas). Jangan meremehkan Bahasa Indonesia hanya karena seumur hidup kita menggunakannya. Jika Anda masih belum bisa membedakan penggunaan imbuhan dan preposisi... wah, bye!

Hati-hati jika Anda mengirimkan surat lamaran ke lebih dari satu penerbit sekaligus. Pastikan isi surat ditujukan kepada penerbit yang tercantum di alamat. Jangan mengirim surat ke alamat Penerbit A tapi di dalamnya disebutkan Kepada Yth. Pimpinan Redaksi Penerbit B. Saya pernah setidaknya dua kali menerima surat lamaran seperti ini, dan langsung saya tolak. Salah satu prasyarat menjadi penerjemah yang baik adalah bersifat teliti.

CV: Tidak Harus Panjang, yang Penting Relevan

Jangan berpikir bahwa semakin panjang CV, semakin bagus. Besar kemungkinan orang personalia/redaksi tidak punya waktu membacanya hingga tuntas. Ringankanlah tugas mereka dengan hanya memasukkan jenis pendidikan (formal/nonformal) dan pengalaman kerja yang relevan. Oke, mungkin Anda pernah jadi foto model majalah Trubus atau asisten koki hotel bintang lima, tapi apakah pengalaman kerja itu relevan dengn bidang penerjemahan?

Cantumkan Minat

Maksudnya minat terhadap teks yang diterjemahkan ya. Misalnya fiksi atau nonfiksi. Kalau fiksi, genrenya romance, drama, fantasi, misteri, atau lainnya. Kalau nonfiksi, genrenya bisnis, hukum, kesehatan, traveling, atau lainnya. Kenapa ini penting? Agar personalia atau sekretaris redaksi yang menerima surat lamaran Anda dapat dengan mudah meneruskannya kepada editor bersangkutan yang mengampu buku-buku jenis tersebut.

Lebih bagus lagi jika Anda mempelajari terlebih dahulu karakteristik buku-buku yang diterbitkan suatu penerbit sebelum mengirimkan surat lamaran ke penerbit tersebut. But let's be honest, maybe you don't have the time and resources to do that.

Mungkin juga Anda berpikir, "terserah deh mau teks genre apa, yang penting saya dapat job terjemahannya." Boleh saja seperti itu, tapi nantinya Anda sendiri yang akan menderita. Menerjemahkan bukanlah pekerjaan mudah, apalagi jika menerjemahkan jenis teks yang tidak Anda suka. Mungkin waktu yang diperlukan untuk menerjemahkannya akan lebih lama, dan hasilnya pun kurang maksimal. You don't want that. Definitely your publisher doesn't want that!

Sumber: Pinterest.com

Being good is not good enough

You have to be the best. Biasanya, penerbit sudah menjalin relasi dengan beberapa penerjemah, yang jelas kualitasnya sudah teruji dan terbukti. Jadi Anda akan bersaing dengan penerjemah-penerjemah yang mungkin jam terbangnya lebih tinggi dari Anda. Sampel terjemahan yang Anda lampirkan sebaiknya memiliki kualitas yang sama atau lebih baik daripada mereka.

Jika penerbit memberikan tes terjemahan, kerjakan dengan sebaik mungkin. Jangan berpikir, "ini kan cuma tes, kerjakan aladakarnya saja." Yah, tes ini akan jadi kesan pertama Anda di mata penerbit. Jika kesan pertama saja kurang baik, bagaimana mau meneruskan ke tahap berikutnya? Usahakan mengerjakan dengan sebaik mungkin dalam jangka waktu yang ditentukan (saya biasanya memberi waktu satu minggu, atau tergantung seberapa panjang teks yang perlu diterjemahkan). Jangan terlambat menyerahkan hasil terjemahan (sekali lagi, profesionalitas), dan tidak perlu menyampaikan alasan ini-itu di balik keterlambatan tersebut, karena penerbit tidak perlu tahu itu. Are you fishing for their sympathy? Don't bother.

Sabar dan Berdoa

Ingat, manusia hanya bisa berusaha, namun Allah yang menentukan... jadi jangan lupa berdoa :)

Terkadang, lamaran Anda ditolak bukan karena hasil terjemahan yang kurang bagus, tapi mungkin waktunya kurang tepat. Bisa jadi saat itu penerbit memang sedang tidak punya naskah yang perlu diterjemahkan. Dan informasi terkait hal ini tidak bisa disebarluaskan begitu saja karena menyangkut rahasia perusahaan. Karena itulah penerbit terkadang memberikan silent treatment kepada para pelamar.

"Saya sudah sering melamar, tapi kok waktunya kurang tepat terus ya?"
Sabar dan terus berdoa ya... Kata orang, jodoh rezeki tidak akan ke mana... Allah sudah mengaturnya. Kitanya yang harus berbaik sangka.

Akhir kata, selamat berikhtiar dan semoga beruntung :)

Thanks for reading. Here's a kitten ^^ from Pinterest.com

Thursday, 21 April 2016

Kosmetik, dibuang sayang?

Jadi..... ceritanya kemarin malam subuh saya membaca sebuah artikel tentang 13 benda yang harus segera dibuang karena orang cenderung menyimpannya untuk waktu lama tanpa menyadari benda-benda tersebut punya batas kedaluwarsa. Padahal jika sudah kedaluwarsa, benda-benda tersebut tidak dapat lagi berfungsi dengan baik... malah mungkin bisa membahayakan kesehatan! Nah loh.

Coba tebak benda apa yang pertama muncul dalam daftar ini.
Bukan, bukan mantan... #digaplok
melainkan...

Kosmetik!
Atau make-up, istilah kerennya.

Para wanita canggih tentunya tahu bahwa kosmetik punya tanggal kedaluwarsa. Dan saya, walaupun bukan wanita canggih, juga tahu itu. Tapi.... (pasti deh ada tapinya) sering merasa #dibuangsayang karena belinya mahal dan barangnya jarang dipakai. #heh

OK. No ifs, ands, or buts on this one. If it's old, isn't working well any more, or you literally never wear it, get rid of it right now. According to Jessica Wu, MD, an assistant clinical professor of dermatology at the University of Southern California, mascara has a shelf life of two to three months, eye pencils a year, and lip gloss must go if you've used it when you had a cold sore. Similarly, she said foundation typically lasts six months to a year (so there should be no "fancy special occasion foundation" you keep around forever)

Oh, saya sangat tertohok.

Dari awal saya memang bukan tipe wanita yang senang mengenakan make-up (tebal). Saya tidak berbakat melukis dengan wajah sebagai kanvasnya. Salah-salah hasilnya malah seperti pakai topeng... kayak ondel-ondel (malah mungkin ondel-ondel lebih cantik).

Tapi... saya suka melihat jajaran botol dan wadah kosmetik, terutama wadah eye-shadow yang isinya berwarna-warni. Jadi terkadang saya menyerah terhadap godaan membeli kosmetik, sembari membatin "nanti dipakai untuk kondangan atau acara resmi." Padahal saya jarang kondangan, dan kalau pun pergi, ujung-ujungnya pakai make-up sederhana karena anak sudah tidak sabar ingin berangkat.

Sumber: Pinterest

Say NO to cosmetics?

Hmmm... tentu tidak.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pemakaian kosmetik dapat membuat wanita tampil menarik, dan penampilan menarik adalah salah satu bagian dari profesionalitas. Ini penting dalam dunia kerja, walaupun nantinya tergantung pada bidang kerjanya masing-masing.

Seorang wanita yang bekerja kantoran dan harus sering berhadapan dengan klien (misalnya resepsionis atau customer service) tentunya dituntut untuk lebih berpenampilan menarik dibandingkan dengan mereka yang bekerja di belakang layar.

Stick to the necessities

Bisa dibilang saya termasuk orang yang bekerja di belakang layar, dan saya lebih sering berurusan dengan buku, naskah, dan komputer dibandingkan dengan manusia. Untuk urusan penampilan, saya malas ribet. Sehari-hari cuma pakai pelembap, bedak, dan lipstik (yang tidak bertahan lama setelah dihajar oleh sarapan berupa gorengan). Kadang kalau sedang kesambet, memulaskan eye-shadow dan pensil alis.

Atas: yang disimpan di rumah. Bawah: yang dibawa-bawa

Pelembap dan bedak adalah yang paling penting untuk saya. Pelembap digunakan agar kulit tidak kering, dan bedak digunakan agar kulit tidak berminyak, juga melindunginya dari paparan langsung debu-debu intan di jalan.

Lipstik digunakan lebih supaya keseluruhan wajah tidak terlihat pucat. Walaupun sebenarnya saya malas mengoles lipstik atau lip gloss atau lip balm atau lip stain dkk. karena berdasarkan pengalaman, bibir saya yang sudah kering ini cenderung jadi makin kering. Lip balm seolah punya efek adiktif. Kalau mau bibir lembap ya... banyak minum sama makan buah saja #teorinya

Eye shadow dan pensil alis tidak terlalu penting untuk saya, apalagi karena saya pakai kacamata, yang jelas menutupi "kecantikan" mata yang sudah dirias #cuih

Selain karena malas dan tidak bakat mengenakan make-up, ada satu alasan lagi...

Saya juga malas membersihkan make-up (tebal)! :))

Padahal hukumnya wajib ya.... membersihkan make-up sebelum tidur. Kecuali untuk orang-orang yang memang ingin jerawatan. Dan sudah sewajarnya bahwa make-up tebal = lebih susah dibersihkan. #menyebalkan Hahaha


Resolusinya...

Oke. Sekarang saya harus memantapkan niat untuk membuang semua kosmetik yang tidak pernah atau jarang saya pakai. Lalu untuk ke depannya.... jangan mudah tergoda beli kosmetik hanya karena kemasannya imut-imut.

Lebih baik beli buku, yang tidak ada tanggal kedaluwarsanya :p
#dibata