Alhamdulillah, selama ini saya berhubungan dengan para penulis yang tidak sulit dihadapi. Istilah Bahasa Jawanya, ndak neko-neko. Apalagi jika penulisnya sudah saya kenal secara personal (sebelum berhubungan secara profesional)... rasanya hidup ini bahagia.
Lucunya, yang neko-neko malah calon penulis.
Ada tipe calon penulis yang tidak terima naskahnya ditolak karena dia merasa tulisannya sudah bagus.
Padahal... dia belum pernah meminta feedback orang lain tentang naskahnya atau dia tidak membandingkannya dengan tulisan-tulisan karya orang lain.
Saya paling malas berurusan dengan tipe penulis seperti ini. Satu hal yang saya yakini: seorang penulis yang baik haruslah seorang pembaca yang baik.
Yah, mungkin ada pengecualian. Mungkin ada penulis-penulis di luar sana yang tidak suka membaca, tapi buku-buku yang mereka tulis laris manis di pasaran. Tapi, berapa persen yang seperti itu?
Sepengamatan saya, tipe penulis seperti ini, yang tidak mau membaca, yang merasa tulisannya paling bagus sedunia, biasanya juga tidak mau terima masukan dari editor. Wah, susah deh. Karena penulis dan editor harus bekerja sama untuk waktu yang tidak sebentar dalam menggarap suatu buku...
Ilustrasi dari prettybooks.tumblr.com via Pinterest |
Oke, mungkin sang penulis supersibuk dan tidak punya waktu untuk membaca. Tapi tetap saja, menurut saya dia harus meluangkan waktu. Dalam menulis, orang butuh riset (sekalipun yang ditulisnya itu fiksi), dan untuk itu perlu banyak membaca.
Penulis yang tidak mau membaca, bagaikan katak dalam tempurung. Dunia dan wawasannya sempit. Merasa paling hebat, padahal di mata publik dia bisa jadi mempermalukan diri sendiri.
Semoga kawan-kawan saya (sekalipun bukan penulis) tidak ada yang menolak membaca. Kalau pun ada, semoga dia segera insyaf. Aamiin.
Aku nyari - nyari postingan ini di blog yang Serpihan Es...ternyata adanya di Secangkir toh XD
ReplyDeleteWell said MbaDy, well said :)
Well thankee :*
DeleteYang Serpihan Es khusus buat review aja, Mbak Ren :D