Monday, 31 August 2015

Sepenggal Kisah di Balik... Great Expectations

Halo!
Kita sudah tiba di pengujung Bulan Agustus. Bulan ini cukup menyenangkan bagi saya, salah satunya karena novel Great Expectations akhirnya terbit. Saya ingin sedikit berbagi cerita tentang pengerjaan versi Indonesia novel klasik ini, yang beberapa kali membuat saya ingin membenturkan kepala ke meja kerja. *ini sungguhan, bukan lebay.*

Great Expectations

Karya Charles Dickens

Novel Klasik

Novel klasik banyak digemari orang; entah karena memang suka, atau dipaksakan suka, supaya dibilang keren :v Yang jelas, sudah jadi rahasia umum bahwa novel-novel klasik biasanya memiliki gaya bahasa yang lebih rumit dan bertele-tele (sebagian orang bilang ini indah) dibandingkan dengan novel-novel kontemporer. Inilah yang kemudian menjadi alasan keengganan para penerjemah dan penyunting untuk menggarap novel klasik.

Setelah bekerja sebagai penyunting, novel klasik pertama yang saya garap adalah Emma karya Jane Austen. Naskah terjemahannya seudah setengah jalan disunting oleh dua orang senior saya, tapi saya tetap harus membacanya dari awal. Bisa dibilang prosesnya cukup lama dan melelahkan pikiran serta perasaan, karena saya kurang suka genre roman. Ketika akhirnya naskah selesai cetak, rasanya senang, lega, dan bangga. Apalagi ketika kemudian novelnya cetak ulang. Wah, terima kasih, para pembaca yang budiman :D

Tadinya saya pikir mengerjakan Emma itu sulit, tapi kemudian saya bertemu dengan Great Expectations-nya Charles Dickens...

Salam Kenal, Tuan Dickens

Saya mahasiswi jurusan sastra, tapi "ngga nyastra"--mengutip komentar seseorang. Berhubung sewaktu kuliah saya fokus ke linguistik, alih-alih literatur, saya sekadar tahu nama-nama sastrawan dunia, dan belum pernah membaca karya-karya mereka (yah, sebagian besar...). Jadi, ketika diminta menggarap Great Expectations karya Charles Dickens, ini bagaikan petualangan baru bagi saya.

Naskah Great Expectations pada awalnya diterjemahkan oleh salah satu penerjemah (sangat) berpengalaman, tapi setelah beberapa bab, dia menyerah--karena naskahnya sulit dan dia sedang ingin fokus mengurus keluarga. Ini membuat saya ketar-ketir, karena jika penerjemah yang satu ini saja angkat tangan, penerjemah mana yang mau menerima tongkat estafetnya? Waktu itu, entah bagaimana, singkat cerita, penerjemahan dilanjutkan oleh penerjemah baru (maksudnya baru pertama kali bekerja sama dengan Penerbit Mizan). Dan inilah awal dari mimpi buruk saya...

Kawan-kawan yang sudah pernah membaca Great Expectations versi Bahasa Inggris pasti tahu bahwa Dickens menggunakan banyak deskripsi dalam kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf panjang. Tidak jarang saya harus berulang kali membaca suatu bagian, dan tetap kesulitan memahami maknanya. Berbagai versi tafsir teks (maksudnya annotated version) yang ada di internet kali ini kurang begitu membantu, karena banyak bagian yang tidak ada penjelasannya. Otak saya rasanya kusut sekali.

Naskah terjemahannya banyak yang terlalu literal, dan kadang-kadang makna yang disampaikan keliru. Untungnya, berkat salah satu annotated version, saya tidak keliru mengartikan dumb waiter menjadi "pelayan bodoh"... Mau tidak mau saya harus menerjemahkan ulang, dan ini memakan banyak waktu. Sejauh ini, Great Expectations adalah naskah yang proses penyuntingannya paling lama. Dan berhubung sering ditagih sewaktu rapat redaksi, saya tidak bisa meninggalkannya untuk mengerjakan naskah lain yang ringan sebagai selingan.

Cool Story, Bro

Tidak semua aspek tentang Great Expectations membuat saya stres. Setelah dibaca, jalan ceritanya ternyata seru, apalagi menjelang akhir cerita. Saya amat menyukainya. Tokoh-tokohnya juga menarik dan absurd. Tokoh favorit saya adalah Joe, orang yang polos dan baik hati, dan sungguh, dia tidak sebodoh itu kok.

Oke, saya tulis lagi ya jalan ceritanya, walaupun sudah pernah disampaikan di artikel lain, bersama The Age of Innocence. Tokoh utama kita bernama Pip.

Pip adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal bersama kakak perempuan dan kakak iparnya, Joe, seorang pandai besi. Hidup Pip biasa-biasa saja; dia sederhana, tidak berkeinginan macam-macam... hingga dia bertemu dengan Miss Havisham dan putri angkatnya, Estella. Miss Havisham terang-terangan mendorong Pip untuk menyukai Estella. Dan Pip dengan bodohnya jatuh cinta sepenuh hati pada Estella yang cantik nan sombong, walaupun gadis itu menghina dan mempermainkannya. Pip mulai merasa malu akan kondisi keluarganya yang miskin dan kurang berpendidikan. Pip yakin, jika saja dia lelaki terhormat yang kaya dan pintar, pasti Estella akan balas mencintainya.

Pucuk dicinta, ulam tiba. Suatu hari, datanglah seorang pengacara dari London, bernama Mr. Jaggers, untuk menemui Pip. Mr. Jaggers menyampaikan sebuah kabar mengejutkan bahwa Pip adalah calon ahli waris sejumlah besar harta. Akan tetapi, sang pewaris meminta agar identitasnya dirahasiakan. Sang pewaris misterius juga meminta agar Pip pergi ke London untuk belajar menjadi lelaki terhormat. Tanpa pikir panjang, Pip menyetujuinya. Bagaikan kacang yang lupa pada kulitnya, Pip pergi meninggalkan Mr. dan Mrs. Joe yang selama ini telah merawat dan membesarkannya.

Di London, Pip berkawan dengan lelaki sepantarannya, bernama Herbert. Awalnya Pip meremehkan Herbert yang dia anggap perekonomiannya pas-pasan, tapi kemudian anggapan itu berubah. Pip juga berkawan dengan asisten Mr. Jaggers, yang bernama Wemmick. Wemmick sangat pandai memisahkan kehidupan kantor dan kehidupan rumahnya, sehingga seolah-olah dia berkepribadian ganda.

Tahun demi tahun berlalu. Pip merasa dirinya sudah layak disebut lelaki terhormat, tapi ketika akhirnya dia bertemu kembali dengan Estella yang sudah menempuh pendidikan di Prancis, Pip masih merasa Estella meremehkannya. Apa lagi yang harus Pip lakukan untuk memenangkan hati Estella?
Pip & Estella
Dari Film Great Expectations (2012)

Sementara Pip gundah memikirkan Estella dan para lelaki yang mengejar-ngejar gadis itu (termasuk musuh bebuyutan Pip, Bentley Drummle), tiba-tiba muncullah sosok misterius yang selama ini menjadi pewaris bagi Pip. Orang yang selama ini membiayai kehidupan mewah Pip. Kemunculannya begitu mengejutkan, sampai-sampai jalan hidup Pip berubah seratus delapan puluh derajat. Bagaimana nasib Pip selanjutnya?

Akhir Hanyalah Awal Dari Kisah Baru

Harus saya akui bahwa saya puas dengan akhir kisah Great Expectations, walaupun beberapa hal tidak sesuai harapan. Saya pun lega karena penyuntingan naskah klasik ini berakhir, tapi tentu saja masih ada naskah-naskah klasik lainnya menunggu saya baca dan kerjakan. Yah, tidak, saya tidak kapok menggarap naskah klasik. Kalau dilihat dari sisi terangnya, saya senang bisa ambil bagian dalam melestarikan karya-karya klasik dunia. Zaman boleh berubah, tapi kisah klasik akan tetap bertahan, saya rasa.

Setelah Great Expectations, mungkin saya tidak akan terlalu stres jika mengerjakan A Tale of Two Cities, karya Dickens lainnya...
Benarkah, atau itu hanya pikiran naif saya?
Hmm... kita lihat saja nanti.

Sampai jumpa di Bulan September!

2 comments:

  1. "A Tale of Two Cities" sulit di bab-bab awal aja, seterusnya mengasyikkan hehehe. Semangat!!!

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan pesan jika berkenan :)